by

Cecep Anang Hardian, Sinyal Bahaya di Disperkimta Tangsel Terang Benderang Publik Jangan Dibodohi, Kejati Harus Bongkar Tuntas

MPI, TANGSEL – Gelagat tidak beres yang ada di tubuh Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimta) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kini semakin sulit disembunyikan.

Dugaan akal-akalan paket kawasan kumuh Ciater, Cirendeu dan Serua dimulai dari paket perencanaan DED dari 3 (Tiga) menjadi 2 (Dua) yang beda kecamatan.

Kedua paket pelaksanaan yang digabung menjadi satu paket dilapangan terpisah menjadi dua paket anggaran dan waktu pelaksanaan juga ditambahkan.

Kritik paling keras datang dari pemerhati kebijakan publik Cecep Anang Hardian, yang menyebut rangkaian kejanggalan ini sebagai bentuk KKN dari Dinas Perkimta.

Kritik Cecep mencuat setelah Agus Sapto Utomo, S.E mengajukan laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi Banten terkait dugaan penyimpangan anggaran dan praktik yang dinilai jauh dari prinsip transparansi, Rabu (19/11/2025).

Menurut Cecep, perubahan jumlah lokasi proyek DED – dari 3 titik menjadi 2 titik – dan satu pagu dibagi-bagi paket itu bukan persoalan teknis biasa.

“Ini bukan salah komunikasi. Ini ibarat pintu gelap yang sengaja dibiarkan terbuka setengah, agar publik hanya melihat sebagian,” ujarnya.

Ia menilai pola pemecahan paket terlalu mencolok.

“Kalau proyek pemerintah dipotong-potong seperti potongan kue warung, wajar publik menduga ada motif tertentu. Ini bukan cara kerja birokrasi yang sehat,” tambahnya.

RUTLH: Bantuan Sosial atau Ladang Kejanggalan?

Cecep mengatakan Program RUTLH seharusnya menjadi penyelamat warga miskin. Namun justru muncul indikasi data penerima yang tidak jelas asal-usulnya dan kualitas material yang jauh dari standar.

“Bantuan rumah untuk warga tak mampu, tapi kualitasnya dipertanyakan? Itu seperti memberi payung bolong saat hujan badai. Tidak masuk akal,” sindirnya.

Lebih parah lagi, verifikasi teknis disebut tidak memiliki dokumentasi lengkap. “Kalau verifikasi saja gelap, bagaimana publik bisa percaya?” katanya.

Bukti Visual: Apa yang Tampak di Lapangan Tidak Sebanding dengan Anggarannya.

Cecep menegaskan bahwa foto-foto, video klarifikasi, dan laporan media menunjukkan kondisi pekerjaan yang tidak mencerminkan besarnya nilai anggaran.

“Anggarannya seperti proyek besar, tapi hasilnya seperti renovasi seadanya. Publik berhak bertanya: aliran dananya ke mana? Jangan sampai kertas lebih mewah daripada bangunannya,” ucap Cecep.

Sudah Banyak Regulasi yang Dilewati — Jangan Bertindak Seolah Normal

Cecep mengingatkan bahwa indikasi penyimpangan ini bersinggungan dengan berbagai aturan, mulai dari UU Tipikor, Perpres PBJ, peraturan LKPP, hingga Perwal RUTLH.

“Kalau regulasi ini hanya jadi pajangan, artinya yang rusak bukan hanya proyeknya, tapi sistem pengelolaannya,” ujarnya.

Kejati Banten Harus Turun, Bukan Tinggal Diam

Cecep meminta Kejati bertindak cepat dan transparan. Ia menyerukan:

1. Audit total proyek DED dan RUTLH.
2. Pemeriksaan menyeluruh pejabat Disperkimta.
3. Perhitungan kerugian negara secara objektif.
4. Publikasi hasil penyelidikan agar masyarakat tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Ini bukan lagi soal proyek gagal. Ini soal integritas tata kelola daerah. Kalau tidak dibongkar sekarang, luka ini akan membusuk,” tegas Cecep.

Ia menutup dengan pernyataan keras:
“Jangan anggap masyarakat tidak mengerti. Publik sekarang kritis. Dan publik tidak akan berhenti bertanya.”

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *